Rabu, 14 November 2007

Tips membuat scripts untuk cerita TV dan Cinema

Marilah kita membuat pola cerita baru yang lebih mendidik dan mengangkat kecerdasan kita ke level
lebih tinggi dengan membuat scripts yang lebih baik untuk Cinema (motion pictures/ layar lebar
baik media film murni/ celuloid maupun konversi dari HD melalui digital Intermediate proses ataupun Digita Murni) dan untuk Video tayangan TV.

1. Utamakan misteri, yaitu dengan tidak menceritakan apa yang akan terjadi.

Dan hindarkan para penonton mendadak bisa menjadi seorang ahli ”telepathy” dimana bisa membaca fikiran orang yang akan melakukan sesuatu seperti ”habis ini aku bunuh kau” didalam fikirannya yang bisa kita baca/ dengar, tidak menarik, tidak ada kejutan dan tidak ada misterinya sebab sudah dikatakan dalam fikirannya.

2. Hindarkan Monologue, seperti setelah tokoh lawannya/ rivalnya pergi lalu dia mengatakan “habis ini aku bunuh kau” kepada dirinya sendiri, sebab secara jelas menunjukkan apa yang akan dia lakukan setelahnya dan tidak ada misteri didalamnya, jelas terlihat karakter yang jahat dan yang buruk.

Terkecuali bila membuat cerita detektive, si detektive selalu monologue dalam hampir seluruh video/ cinema itu, tapi dia tidak pernah menceritakan siapa pembunuhnya, hanya catatan-catatan yang dia baca sendiri, sedang penjahatnyapun dia sendiri belum tahu (^_^).

Setelah akhir cerita maka ketahuanlah penjahatnya siapa, malah dia tidak pernah menceritakan sebelumnya, misalnya si detektive lebih curiga kepada si A tukang buah yang tampak antagonis tetapi ternyata pembunuhnya hanya muncul diakhir cerita yang kebetulan saat itu lewat dan punya cirri khas khusus lalu dia kejar eh ternyata si B yang tinggal jauh diseberang sana yang tidak muncul sejak awal video/ cinema sampai ¼ akhir cerita (^_^).

Atau bahkan mungkin pembunuhnya tidak hanya satu orang, tetapi berkelompok, inilah asyiknya video/ cinema, membuat kita berfikir lebih cerdas (^_^).

3. Misteri bukanlah mistik, misteri adalah suatu persoalan yang harus dipecahkan dan tidak selalu di asumsikan sebagai mistik ataupun horror.

4. Hindarkan terlihat jelas karakter jahat dan karakter baik, sebab seharusnya kita sebagai penonton dibuat bingung dan akan tetap menjadi misteri siapa sesungguhnya yang jahat (antagonis) dan siapa sesungguhnya yang bijak (protagonis) dan lihatkan diakhir/ diseri terakhir siapa sesungguhnya yang tidak bijak.

5. Tak perlu berlebih-lebih memperlihatkan tanda-tanda tubuh (gesture) seperti nafas yang terengah-engah melihat rivalnya datang atau pergi, dan tidak usah menunjukkan mata melotot berlebih-lebihan kepada rivalnya terlihat sangat primitive dan berkesan seni panggung/ theatre daripada seni acting (^_^) untuk video/ cinema.

6. Gunakan angle-angle (sudut-sudut pengambilan gambar) yang dinamis seperti dari atas, bawah, circle camera motion (ala matrix) dolly in-out dan sebagainya hingga kesannya pengambilan gambarnyaartistik.

Gunakan storyboard sebagai bahan bantu visualisasi scripts (^_^), tidak harus semua script dan scene, cukup adegan/scene-scene yang dianggap spesial, syukur kalo bisa semuanya.

7. Buatlah video/ cinema seri yang tidak perlu berbelit dan kesannya dipanjang- panjangkan, cukup 3 seri.

Yang penting isinya cerdas dan tidak dipaksakan untuk dipanjang-panjangkan, kesannya malah tidak tergarap dengan apik dan efisien.

8. Video/ cinema bagus tidak selalu harus ada digital visual effects, masa tiap berkelahi selalu muncul ledakan-ledakan digital visual effects, kesannya jadi overdosis dan menurunkan nilai visual effects itu sendiri, tetapi uniknya disekitar yang bertarung tadi tidak dliengkapi dengan”manual visual effects”

Seperti ledakan sungguhan, angin yang menderu dari blower, miniature dan lain-lain, hingga terasa sangat tidak enak melihat tenaga dalam melesat dari tangan seorang tokoh lalu mengenai pohon dan pohonnya tetap adem ayem tidak ada kerusakan apapun (^_^).

9. Pencahayaan (lighting) cenderung Flat (cahaya mengena rata pada semua sudut), hingga lebih berkesan di studio news daripada di suatu tempat yang alami, gunakan “satu sisi arah sinar datang”
dan sisi lainnya biarkan gelap, hingga berkesan alami dan dinamic, mainkan kekuatan “lighting n shading” yang handal hingga kualitas gambar ada kekuatan seni yang muncul.

10. Membuat monster masih murni menggunakan 3D, kalo bagus sih ga papa, tapi kalo ga menyatu?
dipaksakan, kenapa ga bikin kostum & topeng monster sungguhan, dengan bantuan make up dan
make up effects menggunakan bahan prosthetic misalnya, ato bisa juga pake animatronic,

Hingga ga perlu main gabung-gabungan antara live action (video/ cinema/ video shoot) dengan CGI (computer graphic imagery) dan kliatan cemen (ga serius dan murahan).
Padahal bisa lebih real dan pas pertarungannya!

Sedang untuk lingkungan/ setting property sebaiknya juga kalo kurang handal di 3D set property, maka sebaiknya pake Miniature, sebab lighting dan orang yang di shot ga pas dan terkesan maksa, orangnya terang banget sedang backgroundnya kadang terlalu terang ato malah terlalu gelap, jadi saat komposisi tetap ga pas, jangan berpatokan “oh ya aku bisa” tetapi berpatokanlah “oh aku ahlinya dan sempurna kalo menggabungkan” seharusnya begitu!.

Nah saya harap, mulai sekarang para pembuat Video & Cinema mulai “naik” level kecerdasannya agar tidak menjadi video/ cinema untuk panggung theater yang dinaikkan ke TV atau Layar Cinema, tetapi benar-benar video/ cinema TV dengan akting cerdas dengan kualitas cerita yang bagus :)

salam damai

angel (bahasa jawa) michael

Copyright 2002 - now, angel.michael@rocketmail.com

1 komentar:

K3bAsaN BeRpenDap4t mengatakan...

wah pas bgt nih mas buat saya Thx ah

Salam Irfan