Jumat, 16 November 2007

Tidak meminta untuk Ada/ Hidup



[cover thumbnail]

Tidak meminta untuk Ada/ Hidup

http://www.allvoices.com/contributed-news/3740968-tidak-meminta-untuk-ada-hidup


Pertanyaan kaum Agamis & Theist, “Buat apa Tuhan menciptakan kita?,
manusia?”. Banyak sekali jawaban versi agamis, seperti untuk mengabdi
pada Tuhan, atau kembali ke Surga, dan lain-lainnya. “Bila Hidup hanya
untuk mati secara cepat ataupun lambat, lalu buat apa kita hidup?, sedang
hidup kita tidak memintanya?”.

“Saya tidak meminta untuk ada (hidup) lalu mengapa setelah saya ada lalu
mendadak diberi tanggung jawab yang saya sendiri tidak memintanya, malah
ada ancaman masuk neraka lagi!”.

Hingga muncul pertanyaan-pertanyaan berikut:

Siapa saya?. Who am I?. Who are you?.

Saya adalah manusia, paling tidak itu yang dikatakan oleh mahluk lain
sejenis diriku, tetapi apakah benar?. Bagi mahluk cerdas lainnya, mungkin
saya diberi nama lain yang belum saya tahu (^_^).

Hingga yang paling jelas adalah “me is me” atau “ I am what I am” atau “saya
adalah saya”.

Apa yang saya mau?. What do I want?. What do you want?.

Hidup enak, tanpa beban, free, bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan,
tanpa batasan, mungkinkah?.

Ternyata tidak, saya terbatasi oleh orang lain, yaitu dengan cara “tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, tidak memaksakan keinginan,
mengambil hak orang lain dan hal-hal lainnya yang dianggap merugikan
orang lain”.

Bagaimana bila orang lain yang kita ajak “secara sukarela dan suka sama
suka melakukannya?”. Maka itu tidak apa-apa sebab tidak ada paksaan
di dalamnya, tetapi tentu saja pada hal-hal yang tidak melanggar hukum yang
sesuai di zamannya.

Mengapa saya ada (disini)?. Why Am I here?. Why are you here?.

Saya tidak tahu, saya ada disini tidak memintanya, tetapi karena keisengan
dan kesenangan orang tua saya mereka melakukan sex, maka lahirlah saya
(^_^).

Saya tidak meminta untuk ada, lalu mengapa setelah saya “diadakan” lalu
saya diberi beban yang “berat” untuk hidup yang sebenarnya neraka dan
juga sekaligus surga.
Penuh penderitaan dan juga penuh kesenangan yang “harus” diperjuangkan,
bahkan sebagian orang agamis dengan “sok tahunya” berkata padaku, begini
“Sebelum karaktermu ditaruh di badan fisikmu, kamu sudah di stempel oleh
Tuhan dan Tuhan juga mengatakan bahwa akulah Tuhanmu dan ujian yang
terjadi padamu, itu kamu sendiri yang memintanya sebelum kamu dilahirkan”.

Lalu setelah saya lahir di dunia dan besar, maka kamu harus menyembah
“Tuhan” tersebut. Konyol bukan?. Ketemu saja tidak pernah, bahkan karakter
(nyawa) saja sebenarnya baru muncul setelah banyak terkumpul pengala-
man-pengalaman, kebiasaan-kebiasaan, ilmu-ilmu yang disukai maupun
yang tidak disukai dipelajari, dan hal-hal lain yang perlu untuk membentuk
karakter saya.

Lalu mendadak di claim oleh salah satu agama bahwa Tuhanku adalah “Ini
atau itu”, sebab sudah ketemu Tuhan sebelum dilahirkan, ketemu saja tidak
pernah atau “Saya kok tidak ingat pernah merencanakan hidup saya sebe-
lum saya lahir di dunia?”.

Alasannya, dicari lagi oleh para agamis & Theist, mereka berkata bukan seolah-olah Tuhan itu sendiri “tidak pernah ketemu, tapi lupa”, lalu bagai-
mana bisa menghukum pada karakter (nyawa-memory) yang lupa?.

Orang yang lupa, hilang ingatan tidak bisa dihukum, masalahnya, hilang
ingatan, lupa ataukah memang tidak terjadi?.

Dan dengan konyolnya juga bila masuk ke salah satu agama tertentu harus
bersaksi dengan berkata “Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah?”, arti-
nya saya disuruh bersaksi bahwa “hanya Allah-lah Tuhan, yang lain bukan
Tuhan” begitu versi mereka.

“Lalu kalau Tuhan yang lain bukan Tuhan?, Allah apa? Buddha apa?” sebab
datangnya paling akhir?. Bukankah mahluk yang terevolusi lebih tinggi biasa-
nya memang menjadi Tuhan?, bisa iya bisa tidak, tetapi Allah dan Buddha
bukan yang terakhir.

Sebab “aku bersaksi tidak ada Tuhan, berarti aku memang bersaksi tidak ada
Tuhan, lalu Allah apa?. Tentunya bukan Tuhan!”.

Juga ada orang yang ingin memperbaiki kalimat yang dianggap kesalahan
itu, dengan berkata “aku bersaksi bahwa Allah-lah Tuhanku”.

Bagaimana dia bisa bersaksi bahwa “Allah” adalah Tuhan, padahal dia belum
pernah “menyaksikannya?”, menunjukkan sifat munafik dan sok tahu!.

Juga akan memunculkan bias (lebih dari satu makna yang lain) dari kata-kata
ini “Aku bersaksi bahwa Allah-lah Tuhanku”, berarti ada Tuhan lainnya selain
Allah, dan dia hanya memilih Allah sebagai Tuhannya.
Baiklah, bagaimana kalau “Hanya Allah-lah satu-satunya Tuhan”, boleh juga
hampir mendekati, tetapi kalau memang dia satu-satunya Tuhan, kenapa
“Tidak yakin kalau dia satu-satunya Tuhan” hingga muncul kata “hanya satu-
satunya?”.

Lalu ada lagi orang yang sok tahu lainnya berkata “ Tuhan adalah penyebab
utama (Causa Prima) segalanya terjadi, oleh karena itulah harus percaya
Tuhan!”.

Dan juga dia menambahkan “Juga semua kitab suci adalah sumber ilmu
pengetahuan (Science), lihat para scientist (ilmuwan), semakin dia menemu-
kan kehebatan ciptaan Tuhan, dia hubungkan dengan kitab sucinya, ketemu
hubungannya dan malah berlipat ganda keimanannya”.

Benarkah?.

Causa Prima dan Science di kitab suci?

Kalau Tuhan Causa Prima, dia tidak salah menerangkan asal mula tercip-
tanya jagat raya, seperti “Awal mulanya bumi adalah air, lalu kupisahkan
air dari daratan, lalu bla-bla-bla, sampai, setelah bumi jadi, kuhiasi dengan
matahari, bulan dan bintang-bintang” lihat di Genesis bagi umat pemegang
Bible dan sejenis, menganggap bumi sebagai pusat jagat raya sedangkan nebula, asteroid, bulan, planet dan matahari (bintang) cuma hiasan saja serta
urutan-urutannya berantakan.

Hingga lahirlah orang-orang sejenis Copernicus dan Galileo Galilei yang
menerangkan bahwa pusat tata surya adalah “Matahari” kita (Heliocentris),
dan Bumi bukanlah pusat jagat raya. Dan Bumi mengelilingi Matahari,
bukan sebaliknya seperti tulisan dari Tuhan berupa Kitab Suci. Bumi
berotasi sendiri, saat berotasi bumi juga mengelilingi matahari (revolve), tata
surya kita juga bergerak, galaksi kita juga bergerak berotasi.

Tetapi apa yang terjadi?. Para pengikut Tuhan “causa prima” tadi membunuh
dan membantai Copernicus dengan cara membakar tubuhnya beserta buku-
nya. Dianggap Coperninus adalah “penyihir”, “orang gila” “pengikut setan”
dan “musuh Tuhan!”.

“Juga Tuhan tidak salah menerangkan bahwa matahari tenggelam di lumpur
yang panas, dianggap bumi adalah datar, pola fikir bumi datar ini muncul dan
menguat di daerah timur tengah dimasa lalu, kalah dengan para Philosopher
dimasa yang lebih lama lagi seperti Socrates, Plato dan Tuhan-Tuhan kuno
masa Yunani kuno (Ancient Greek) seperti Atlas yang memanggul bumi yang
bulat, walaupun masih aneh juga, Bumi kok dipanggul, bukankah Bumi
mengambang (floating) di space?, bumi tidak digantung, kata digantung
berarti ada benangnya, tetapi tidak ada benangnya, bumi tidak digantung tapi
floating.
Di daerah Timur tengah dimasa-masa kitab-kitab tentang Tuhan ini lahir, masih mengimani bumi adalah datar (flat earth), atau lingkaran, lingkaran beda dengan bulatan, karena itu beberapa kitab suci dimasa lalu dari Timur
Tengah dan sekitarnya seperti Bible, Al -Qur’an (Al Kahfi, petualangan
Zulkarnain) dan sejenisnya, Tuhan di dalam kitab suci tersebut mengatakan
secara implisit bumi adalah datar, lembaran atau berupa lingkaran.

Hingga lahirlah orang-orang seperti Columbus, Vasco de Gama, dan orang
yang sefikiran dengan mereka yang mampu mengelilingi Bumi di satu titik
dan menemukan titik yang sama dari arah yang berbeda. Juga pesawat
dewasa ini, yang kita kendalikan melakukan hal yang sama.

Juga terlihat sangat bodoh dan tidak mau berfikir kalau hanya bilang
“Semuanya diciptakan oleh Tuhan”, padahal bila mau mencari, memperhati-
kan, menganalisa, hingga bisa mencari solusi pada permasalahan yang ada,
akan membuat terobosan baru dan teknologi, daripada cuma berkata “Itu
ciptaan Tuhan dan seharusnya memang begitu”.

Sebab kalau “hanya” begitu kemampuan kita, maka kita tidak bakalan tahu
bumi bukanlah pusat tata surya, bumi tidaklah datar, dan banyak penemuan
lainnya, seperti komputer, mobile-phone, mobil, pesawat, kereta dan lain-
lainnya.

Begitu percaya dengan “Causa Prima (Penyebab Utama)?”, bagaimana
dengan “Reactio Prima?” atau “Reaksi Prima (Prime Reaction)?”, bisakah?
tentu saja bisa, evolusi mengambil jalur ini (^_^).

Masih belum mau menerima “Reactio Prima?”, baiklah, bila Tuhan bisa ada
tanpa sebab, bukankah jagat raya juga bisa ada tanpa sebab?, mengapa?,
mudah sekali, lebih mungkin mana duluan yang harus ada, Tuhan yang
Maha Komplek mendadak muncul, ataukah jagat raya yang lebih sederhana
yang duluan muncul, lalu Tuhan muncul kemudian?.

Reactio Prima lebih memungkinkan (^_^).

Masih bingung?, baiklah perhatikan:

1. Energy = tidak berawal, tidak berakhir, ada sebelum yang lain ada,
dimana-mana, dan kekal abadi, tidak meminta untuk dikenal
atau disembah, energy terdapat di space, universe dan lain-
lainnya.

2. Tuhan = tidak berawal, tidak berakhir, ada sebelum yang lain ada, ada
dimana-mana, dan kekal abadi, mengirimkan malaikat, nabi
dan rasul agar manusia mengenalnya, bagi yang tidak per-
caya akan masuk neraka atau tidak terselamatkan.
Loh, mana yang benar?, dua-duanya bisa benar, dua-duanya bisa salah,
mengapa?, atau bahkan dua-duanya bisa memungkinkan terjadi?, sebab kita
belum tahu pasti apa yang terjadi dimasa lalu. Ada kalanya lebih baik biarkan
segala sesuatu mengambang tanpa jawaban dulu di masa kini, tetapi kita
tetap sembari berusaha agar bila saatnya bila teknologi dan pengetahuan
kita sudah bisa menjawabnya, maka hal itu baru terjelaskan.

Ada lagi yang bilang, hidup itu gambling (judi), nah untuk bisa masuk surga
perlu gambling, yaitu pilihan percaya pada Tuhan atau tidak, yang percaya
masuk surga yang tidak pasti masuk neraka!

Pilihan itu ada 3, yaitu:

1. Ya

2. Tidak

3. Netral

Gambling itu dilarang sama Tuhan!. Bagi yang tidak setuju berarti menentang
kitab-kitabnya sendiri.

Pilihan netral terjadi karena, jangankan “Tuhan”, ada, buktinya kata-kata
Tuhan berupa kitab-kitab suci juga salah, lalu mengapa saya harus percaya
Tuhan?.

Lalu mengapa saya harus percaya pada Tuhan yang membuat “statement”
salah?. Bukankah ini menunjukan Tuhan tidak ada, tetapi manusia juga yang
“mengatas namakan” dirinya sebagai Tuhan?. Tuhan kok melanggar hak
asasi manusia?.

Tidak percaya juga tidak apa-apa, netral juga tidak apa-apa, yang penting
“Junjung tinggi hak asasi manusia dan kemanusiaan, dengan menciptakan
hukum manusia yang menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Tinggal diumpamakan bila kita adalah printer yang selalu on, maka menung-
gu “di print”, bila ternyata saat mati muncul Tuhan, maka tinggal berfikir “Oh Tuhan, ternyata kau ada, aku percaya padamu”, maka surgalah tempatmu
(^_^).

Mengapa saya disini?.

Baiklah, walaupun kita tidak meminta untuk ada, namun karena sudah “ter-
lanjur” kita disini, maka tujuan kita menjadi:

To Live : yaitu untuk hidup dan bertahan hidup (survive), dan
bila sudah pandai bertahan hidup, kita bantu orang
lain untuk bertahan hidup!.

To Do : melakukan sesuatu yang bisa membuat diri kita
menjadi berharga bagi orang lain dengan mempela-
jari skills tertentu, mencari solusi terhadap sesuatu,
membuat terobosan tentang sesuatu, dan hal-hal
lain yang berguna untuk manusia lainnya.

To Be : menjadi sesuatu yang kita inginkan dan keinginan
ini selalu berubah setelah terjadi pencapaian.

Hingga kita akan selalu mengejar dan menjadi “to
be” terus sampai akhir.

Tetapi “to be” yang paling utama adalah “TO BE
WISE”.

To Love : untuk mencintai ataupun dicintai, manusia selalu
“ingin mencari cinta”, setelah cinta yang diinginkan
tercapai, dia akan mencari cinta lainnya.

To Have Fun : to play, untuk bermain, untuk bersenang-senang,
ada kalanya bersenang-senang untuk membuat
kehidupan menjadi tidak boring (membosankan).

To Die : setiap kehidupan akan mati, nah matinya ini bisa
lama, bisa cepet, bisa ditangguhkan bila terkena
hukuman manusia, bisa juga karena teknologi atau-
pun advanced evolution, bila tergantung teknologi,
maka seberapa tinggi teknologi yang manusia capai
untuk bertahan hidup selama mungkin.

Tetapi pilihan mati akan harus tetap dilakukan bila
sudah bosan hidup, sebab mati juga hak, dan
kasihan Tuhan “tidak bisa mati”, (^_^), dan juga
untuk tahu mati, kita tidak perlu “Tuhan”, untuk
memberitahukan bahwa tiap kehidupan cepat atau
lambat itu akan mati.

Kemana saya akan pergi?. Where Am I going?. Where are you going?.

Kemana setelah saya mati?, di surgakah?, di nerakakah?.

Itu tergantung apa yang kita percayai, kalau kita percaya masuk surga
karena Tuhan maha pengasih dan maha penyayang, maka kita akan masuk
surga.
Bila anda percaya Tuhan Maha Penghukum dan Maha Penghancur, maka
nerakalah tempat kita.

Apakah saya masih punya hal yang berharga untuk bertahan Hidup? Do you
have anything left worth living for?.

Bila kita percaya, kita masih punya urusan yang belum selesai selama hidup,
hidup? Menjadi membingungkan, apakah sekarang kita hidup atau mati?. Maka ok, kita balik lagi ke kehidupan sebelumnya untuk menyelesaikan
masalahnya (Reinkarnasi).

Tetapi tantangan Reinkarnasi adalah kemungkinan besar “lupa sama sekali“
kehidupan sebelumnya, jadi buat apa juga reinkarnasi bila lupa apa yang
belum selesai dimasa lalu?. Tetapi sebagian besar orang memilih hidup
selamanya di surga?, dengan hal ini, apakah reinkarnasi tidak ada?.

Bagaimana kita percaya ada surga, tentang “Pusat jagat raya saja salah dan
bumi dianggap datar”, Tuhan saja sudah salah?. Tuhan yang pelanggar hak asasi manusia, lalu buat apa diteruskan percaya?. Apakah di surga menye-
nangkan?. Hidup selamanya seperti Tuhan?. Bukankah berarti Tuhan menjadi banyak?. Menjadi Tidak bisa mati seperti Tuhan, bukankah kita menjadi Tuhan?.

Menjadi Tuhan adalah hal yang tidak ingin dijalani oleh mahluk cerdas yang
sudah sangat bijak, selalu sendirian, selalu kesepian. Sangat tidak enak
bukan. Hingga pilihan mati adalah hal yang menyenangkan, baiklah pilihan
mati yang sesungguhnya adalah apa?. MOKSHA?.

Definisi dari MOKSHA adalah mati secara fisik dan juga secara karakter
(nyawa), tidak bisa dibangkitkan lagi bahkan oleh Tuhan sekalipun, ataupun
dengan system “undelete” sekalipun oleh mahluk yang lebih cerdas yang
bisa melakukannya.

Apakah menyatu dengan Tuhan adalah Moksha?.

Tidak, sebab tidak masuk dalam kategori itu, berarti Tuhan juga belum
moksa, padahal sudah menjadi Tuhan?. Benar sekali.

Dan akhirnya adalah TO KNOW NOTHING.

Jangan percaya apa yang saya katakan, sebab saya juga belum mengalami-
nya sendiri apakah benar apa yang saya katakan?.

Saya tidak tahu apa-apa “I know nothing” adakah Tuhan?. Saya tidak tahu
“tidak adakah Tuhan?”, saya tidak tahu. Tetapi saya yakin dan saya tahu
adalah hargai kehidupan apapun, jangan menolak ada kehidupan cerdas dari
manapun (jagat raya lain misalnya), dan jangan menjadi Tuhan baru ber-
dasarkan pemahaman kita, dengan mengatakan “kamu masuk neraka”
karena tidak percaya aku dan Tuhanku, “kamu masuk surga”, karena per-
caya aku dan Tuhanku!.

Jangan berkata “Aku adalah mahluk sempurna, dan yang lain tidak akan
sesempurna aku”, dengan tidak membuka fikirannya bahwa mahluk lainpun
bisa cerdas, buka fikiran (open mind) kita bahwa mahluk lain bisa cerdas
dengan proses evolusi secara fikiran dan fisik.

Pernah ke sirkus satwa belum?. Di Ragunan atau ditempat lain yang sejenis,
disana kita bisa melihat linsang yang pandai berhitung, burung kakaktua
yang pandai berhitung, monyet yang pandai berhitung, dan mungkin bebera-
pa satwa lainnya yang juga pandai berhitung, dan eh...kita juga pandai berhi-
tung (^_^).

May humanity be with us!, dan humanity bukanlah Tuhan!.

Milis Netralist:
site : http://groups.yahoo.com/group/neutralism
atau kirim email kosong ke : neutralism-subscribe@yahoogroups.com
dengan subject : Subscribe

2 komentar:

Khumairoh5678 mengatakan...

Guess wh@t?! The 0nly 1 tHiNG th@t I agR33 w1Th U is U'r $tat3ment: "Menjadi tuhan adalah hal yang
tidak ingin dijalani, selalu sendirian, selalu
kesepian. Sangat tidak enak bukan?"
I'm Moslem N I'm SoC1aL cRe@ture.

keho mengatakan...

“Saya tidak meminta untuk ada (hidup) lalu mengapa setelah saya ada lalu
mendadak diberi tanggung jawab yang saya sendiri tidak memintanya, malah
ada ancaman masuk neraka lagi!”.
(Gw)